Koruptor : Perampok Devisa Yang Tak Dibuat Jera

10.59 Ibnu Nirwani 0 Comments


Koruptor : Perampok Devisa Yang Tak Dibuat Jera





, kata yang mungkin tidak asing bagi masyarakat umum khususnya masyarakat Indonesia mengingat negara kita merupakan salah satu yang tingkat korupsinya sangat tinggi. Sampai – sampai banyak musisi yang membuat lagu yang liriknya mengandung unsur kritikan atau sindiran kepada pemerintah yang berhubungan dengan hal itu seperti dalam penggalan lirik lagu Bento yang diciptakan oleh Iwan Fals

Bisnisku menjagal, jagal apa saja yang penting aku senang,
aku menang
Persetan orang susah, karena aku
Yang penting asik, sekali lagi, asik!
Obral soal moral, omong keadilan, sarapan pagiku
Aksi tipu-tipu, lobi dan upeti, woo jagonya
Maling kelas teri, bandit kelas coro, itu kantong sampah
Siapa yang mau berguru, datang padaku, sebut 3 kali namaku
Bento bento bento.. asik..

Kita tidak bisa memungkiri bahwa korupsi sudah semakin menjamak di negeri ini. Dari yang mulai recehan sampai yang trilyunan semua lengkap ada disini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap calon pemimpin sering menggunakan uang agar mereka dapat terpilih yang sering kita sebut dengan istilah money politics. Hal itu sering terjadi di sekitar kita terutama saat pemilihan kepala desa. Apa yang bisa kita harapkan dari calon pemimpin yang menggunakan cara – cara seperti itu untuk mendapat kekuasaan. Pejabat yang melakukan praktek seperti itu lebih rentan melakukan korupsi karena dia sudah mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan jabatannya.
Kasus korupsi yang semakin parah di negeri ini takkan bisa diatasi jika semangat untuk memberantas korupsi lebih rendah ketimbang semangat untuk menggerogoti uang negara untuk kepentingan pribadi. Para koruptor dengan segala kelihaiannya mampu merampok uang yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Mereka juga sangat lihai dalam menyimpan hasil “rampokan”nya pada tempat yang aman. Mereka mempunyai banyak cara untuk membuat bahwa seolah – olah uang itu adalah hasil jerih payahnya dengan menggunakannya untuk berinvestasi atau modal suatu usaha. Namun, sepandai – pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh juga. Para institusi pemberantas korupsi harus jeli dalam memanfaatkan kesempatan untuk menjerat para koruptor dan memasukkan mereka ke dalam jeruji besi.
Beberapa waktu lalu banyak para pejabat yang disorot karena mempunyai rekening yang mencurigakan karena asal usul uang yang ada di rekening itu tidak dapat dipastikan dari mana jika kita melihatnya dari jumlah gaji yang diterima oleh pejabat itu dan kemungkinan jumlah uang yang ditabung yang berasal dari gaji tersebut. Bahkan banyak Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) dengan golongan rendah khususnya di bidang perpajakan mempunyai kekayaan hingga milyaran rupiah yang tak mungkin bisa didapatnya dengan jumlah gaji yang ia dapatkan setiap bulannya. Kasus yang paling menggemparkan negeri ini adalah saat Gayus Tambunan yang hanya seorang pegawai negeri biasa memiliki kekayaan hingga milyaran rupiah. Hal ini membuat badan yang mengurusi bidang perpajakan yaitu Direktorat Jendral Pajak disorot karena disinyalir tidak hanya Gayus Tambunan saja yang melakukan KKN,  tapi masih banyak lagi pegawai pajak yang seperti itu dan terbukti beberapa pegawai pajak juga terlibat kasus korupsi.


Konflik yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri juga menambah deretan permasalahan yang terjadi. Masalah ini dimulai saat seorang pejabat Polri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus simulator SIM dan setelah selang waktu beberapa saat para penyidik yang bekerja di KPK yang berasal dari Polri ditarik oleh Polri dengan beberapa alasan. Hal ini membuat seolah – olah polri sedang menggembosi KPK walaupun sebenarnya hal itu legal karena memang penyidik yang berasal dari Polri memiliki masa jabatan yang jika habis harus diganti. Sekalipun seorang penyidik ingin memperpanjang masa tugas nya di KPK itu pun harus mendapat ijin dari Polri dan jika ingin menjadi penyidik tetap di KPK mau tidak mau dia harus melepaskan jabatannya di Polri. Birokrasi untuk itu sangat rumit karena harus mendapat persetujuan dari presiden. Hal itu merupakan sedikit hambatan yang dialami oleh KPK dalam fungsinya sebagai institusi pemberantas korupsi.

Janji Abraham Samad Cs untuk menyelesaikan kasus-kasus besar dalam satu tahun tampaknya bakal mengalami kendala. Ketua KPK itu mengatakan, masyarakat harusnya dapat memahami bahwa ada kendala dalam penanganan perkara di KPK.
"Kendalanya, keterbatasan penyidik yang jumlahnya hanya 200 orang, itu yang menangani perkara. Dengan jumlah perkara yang masuk begitu banyak, itu tidak seimbang," kata Abraham Samad di kantor KPK, Senin malam 30 April 2012.Menurut Abraham, idealnya jumlah penyidik KPK setidaknya dua kali lipat dari jumlah yang ada saat ini. Mengingat bahwa kasus korupsi yang ditangani KPK tidak hanya di Jakarta, tapi banyak juga di daerah.
"Kami harus menjaga kepercayaan di masyarakat. Karena, korupsi bukan saja terjadi di Jakarta. Di daerah juga banyak yang dilaporkan. Tapi, kami tidak bisa langsung proses semua. Jadi, kasus-kasus besar dulu yang ditindaklanjuti," ujarnya.
"Kalau lagi usut di Riau, kan penyidik ke sana, ya pastinya yang di Jakarta berkurang penyidiknya. Cuma itu saja, jadi sedikit mengalami keterlambatan," ucap Abraham.(Kompas.com)

Terlepas siapapun yang lebih benar sebenarnya ada pihak yang sangat diuntungkan dari konflik ini yaitu para koruptor. Mereka berpesta pora saat kedua institusi ini bertikai dan sebenarnya konflik yang terjadi tidak separah seperti yang diberitakan selama ini. Ada pihak yang sengaja ingin membuat seolah – olah konflik ini sudah sangat buruk. Kita tidak boleh langsung menganggap suatu pemberitaan sebagai sesuatu yang memang terjadi. Kita harus mencerna terlebih dahulu pemberitaan yang kita peroleh khususnya dari media televisi karena kita tahu sebagian besar pemiliknya adalah kalangan elit politik. Mungkin saja mereka juga berkepentingan dalam konflik yang terjadi antara KPK dan Polri. Dengan semakin meruncingnya perselisihan diantara mereka membuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia menjadi tersendat. Banyak kasus yang akan terbengkalai jika hal ini terus terjadi.                     

Dalam pengusutannya, kasus korupsi juga memerlukan dana. Semakin besar suatu kasus korupsi, maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus tersebut karena pasti akan lebih sulit dan lebih lama para penyidik dalam mendalami kasus dan memutuskan siapa yang bersalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyelidikan kasus korupsi juga menguras uang rakyat yang mungkin menjadi sia – sia andaikan korupsi di negeri ini semakin jamak dari tahun ke tahun. Sudah berapa banyak uang negara yang habis untuk penyelidikan kasus korupsi dan tak semua kasus korupsi dapat terselesaikan sesuai harapan karena banyak yang terbengkalai dan yang ditutup karena tidak cukup bukti. Misalnya  saja kasus Bank Century yang bertahun – tahun tak kunjung menemukan titik terang dan masih hangat dalam telinga kita yaitu kasus Hambalang yang bernasib sama seperti kasus Century. Kedua – duanya merupakan kasus korupsi yang menyangkut uang yang sangat besar dan harus segera diselesaikan. Walau sekarang dalam kasus Century sudah sedikit menemui titik terang, tapi ini masih dianggap lambat bagi masyarakat dan semakin lambat penyelesaian kasus korupsi maka akan semakin banyak uang rakyat yang terserap untuk itu.
Semakin parahnya kasus korupsi di negeri ini juga tidak terlepas dari ringannya vonis yang diberikan pengadilan kepada para pelaku korupsi. Pelaku korupsi yang sudah menghabiskan masa hukumannya juga banyak yang bisa kembali menjadi pejabat dalam pemerintahan. Masih hangat di telinga kita yaitu kasus korupsi yang menjerat Angelina Sondakh dan beberapa waktu lalu telah ditetapkan menjadi tersangka dan kini telah di vonis dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp. 250 juta. Banyak yang menilai vonis itu terlalu ringan bagi kasus yang telah merugikan negara puluhan milyar. Apalagi korupsi itu berada dalam ruang lingkup Kemendikbud. Coba bayangkan berapa banyak pelajar kurang mampu yang bisa memperoleh beasiswa dengan uang sebesar itu andai saja uang itu tidak di curi oleh koruptor. Mungkin jumlah uang itu tidak terlalu besar bagi negara tetapi dampak dari itu semua sangat merugikan karena sektor pendidikan merupakan salah satu sektor yang sangat vital bagi sebuah negara. Jika vonis yang diberikan kepada para koruptor terlalu ringan maka, upaya negeri ini untuk memberantas korupsi akan sia – sia. Apalagi mimpi Indonesia untuk menjadi negara yang bebas korupsi mungkin hanya akan tetap menjadi mimpi karena setiap kali kasus korupsi diselesaikan, pasti akan tumbuh kasus korupsi lainnya. Banyak pihak yang menyayangkan tentang ringannya hukuman para koruptor seperti yang dikutip dalam Kompas.com

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyayangkan vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Angelina Patricia Pinkan Sondakh. Angie hanya dihukum empat tahun enam bulan penjara.
"Ini sudah keluar dari rasa keadilan, karena keadilan dan hukum tidak selalu sama, secara hukum memang sah tapi rasa keadilan belum terpenuhi," kata Mahfud MD usai menghadiri pertemuan IKA UII, di Menara Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (31/1).
Namun, menurutnya hal tersebut secara normatif memang vonis terhadap Angie adalah kewenangan penuh hakim. "Itu kewenangan hakim, silakan saja," ujarnya.
Seperti diketahui, Angelina Patricia Pinkan Sondakh, mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat didakwa terlibat tindak korupsi yang diduga merugikan negara hingga Rp 32 miliar. Angie dinilai telah menggiring penambahan anggaran proyek pada pengadaan sarana dan prasarana 16 perguruan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, serta program pengadaan sarana dan prasarana olahraga di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Jika kita lihat upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan di negara lain, Indonesia bisa dibilang kurang serius dalam memberantas korupsi. Contoh negara yang sangat serius dalam memberantas korupsi adalah Cina. Di Cina korupsi dianggap sebagai kejahatan berat sehingga para pelakunya diancam dengan hukuman berat yaitu hukuman mati. Pemerintah Cina menganggap bahwa korupsi mendatangkan berbagai dampak negatif khususnya di bidang ekonomi. Alasan utamanya adalah korupsi bisa menghancurkan dan meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan di masyarakat dan negara.
Daya rusak korupsi terhitung dahsyat. Selain menghancurkan moral, korupsi juga dianggap mampu memperburuk kondisi infrastruktur yang ada karena dana untuk membuat, memperbaiki ataupun merawatnya diambil oleh para koruptor. Bahkan bisa pula membunuh banyak orang atau setidak-tidaknya memarjinalkan warga tertentu, merusak tatanan, hingga memperkokoh perbedaan kelas. Sehingga pemerintah Cina menganggap para pelaku korupsi pantas untuk diberi hukuman mati.
Walaupun diancam dengan hukuman mati tak lantas membuat Cina menjadi negara yang bebas dari korupsi karena masih banyak kasus – kasus korupsi yang terjadi. Setiap tahun ribuan narapidana di Cina di hukum mati dan sebagian besar adalah koruptor. Para pelaku korupsi biasanya banyak yang melarikan diri ke luar negeri sehingga menyulitkan pemerintah Cina untuk menangkapnya. Namun setelah diberlakukannya hukuman mati kasus korupsi yang terjadi di Cina semakin menurun.
Negara yang sangat anti dengan korupsi dengan memberi hukuman mati kepada para pelakunya saja masih terjadi korupsi apalagi negara kita yang sangat “baik” kepada para koruptor. Di Indonesia koruptor paling – paling hanya dihukum beberapa tahun saja itupun juga akan dikurangi oleh potongan masa tahanan. Mungkin hanya beberapa saat para koruptor merana di dalam penjara namun setelah mereka keluar, mereka bisa melakukan kejahatannya lagi dan kemampuannya dalam “merampok” lebih hebat karena mereka sudah berpengalaman.
Dengan ringannya hukuman yang diberikan kepada para koruptor membuat masyarakat belum bisa mengapresiasi kinerja instansi pemberantas korupsi seperti KPK. Masyarakat menganggap bahwa ringannya hukuman yang diberikan kepada para pelaku koruptor tidak sebanding dengan jumlah uang yang mereka curi dari negara dan akibat yang ditimbulkan olehnya. Koruptor membuat sendi perekonomian terhambat, memperbesar kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat. Harus jika tak terjadi korupsi mungkin tak ada jalan di negeri ini yang berlubang dan tak ada anak di negeri ini yang tidak mengenyam pendidikan karena tidak punya biaya     
Dengan kesuksesan Cina dalam memberantas korupsi sekarang Cina menjelma menjadi negara yang sangat maju dan berkembang pesat khususnya di bidang ekonomi. Dengan 1 milyar penduduknya Cina mampu menguasai perekonomian dunia. Bukan tidak mungkin jika Indonesia mempunyai suatu cara yang efektif untuk memberantas korupsi maka perekonomian Indonesia juga akan semakin membaik. Dengan berkurangnya korupsi, berbagai insfratuktur bisa dibangun karena ketersediaan dana yang cukup. Pemerintah bisa memberikan beasiswa kepada semua anak di Indonesia untuk
Tak perlu kita mencontoh Negara Cina dengan hukuman mati yang mereka berikan kepada para pelaku koruptor di negerinya. Jika diberlakukan di Indonesia pasti akan menimbulkan banyak pertentangan. Pasti akan ada banyak pihak yang tidak setuju jika hukuman itu diterapkan di Indonesia terutama kalangan yang menjunjung tinggi HAM. Yang perlu kita lakukan hanyalah membuat jera para pelaku korupsi dengan tidak melanggar hak asasi setiap manusia. Misalnya saja dengan memperlama pidana yang diberikan kepada pelaku koruptor, menyita semua asset negara yang telah dicuri sesuai dengan jumlah uang negara yang dicuri atau dengan mencopot jabatannya dan tidak diijinkan lagi menjabat. Dengan begitu, perilaku korup para birokrat bisa diminimalisir. Walaupun sulit untuk membuat negara ini bebas dari korupsi tapi jika perilaku korupsi menurun pasti akan sangat berdampak pada ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih cepat jika uang negara tak dicuri.
Dengan berkurangnya korupsi di Indonesia akan membuat para investor dari berbagai negara akan tertarik untuk menanamkan modal di Indonesia. Mereka percaya dengan kondisi politik yang kondusif perusahaan mereka yang berada di Indonesia akan tumbuh dengan baik. Selain itu, usaha – usaha kecil dan menengah juga akan tumbuh.  
Akhirnya, kita perlu menyadari bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia belum berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. Masih banyak kekurangan yang dimiliki Indonesia dalam upaya menciptakan negara yang bebas dari korupsi. Ada pepatah mengatakan lebih baik mencegah daripada mengobati. Sebelum para generasi muda menggantikan peran para pemimpin kita harus menanamkan jiwa antikorupsi kepada mereka. Kita harus memberikan pengertian kepada mereka bahwa korupsi adalah hambatan terbesar dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hambatan yang akan senantiasa mengganjal setiap langkah bangsa dalam meraih sesuatu yang dinamakan kesejahteraan. Kesejahteraan yang menjadi cita – cita bangsa sejak bangsa ini merdeka, sejak bangsa ini ada.

You Might Also Like

0 komentar: