Koruptor : Perampok Devisa Yang Tak Dibuat Jera
Koruptor : Perampok Devisa Yang Tak Dibuat Jera
, kata
yang mungkin tidak asing bagi masyarakat umum khususnya masyarakat Indonesia
mengingat negara kita merupakan salah satu yang tingkat korupsinya sangat
tinggi. Sampai – sampai banyak musisi yang membuat lagu yang liriknya
mengandung unsur kritikan atau sindiran kepada pemerintah yang berhubungan
dengan hal itu seperti dalam penggalan lirik lagu Bento yang diciptakan oleh
Iwan Fals
Bisnisku menjagal, jagal apa saja yang penting aku senang,
aku menang
Persetan orang susah, karena aku
Yang penting asik, sekali lagi, asik!
Obral soal moral, omong keadilan, sarapan pagiku
Aksi tipu-tipu, lobi dan upeti, woo jagonya
Maling kelas teri, bandit kelas coro, itu kantong sampah
Siapa yang mau berguru, datang padaku, sebut 3 kali namaku
Bento bento bento.. asik..
Kita tidak bisa
memungkiri bahwa korupsi sudah semakin menjamak di negeri ini. Dari yang mulai
recehan sampai yang trilyunan semua lengkap ada disini. Sudah menjadi rahasia
umum bahwa setiap calon pemimpin sering menggunakan uang agar mereka dapat
terpilih yang sering kita sebut dengan istilah money politics. Hal itu sering terjadi di sekitar kita terutama
saat pemilihan kepala desa. Apa yang bisa kita harapkan dari calon pemimpin
yang menggunakan cara – cara seperti itu untuk mendapat kekuasaan. Pejabat yang
melakukan praktek seperti itu lebih rentan melakukan korupsi karena dia sudah
mengeluarkan uang banyak untuk mendapatkan jabatannya.
Kasus korupsi yang
semakin parah di negeri ini takkan bisa diatasi jika semangat untuk memberantas
korupsi lebih rendah ketimbang semangat untuk menggerogoti uang negara untuk
kepentingan pribadi. Para koruptor dengan segala kelihaiannya mampu merampok
uang yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Mereka juga sangat
lihai dalam menyimpan hasil “rampokan”nya pada tempat yang aman. Mereka mempunyai
banyak cara untuk membuat bahwa seolah – olah uang itu adalah hasil jerih
payahnya dengan menggunakannya untuk berinvestasi atau modal suatu usaha.
Namun, sepandai – pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh juga. Para
institusi pemberantas korupsi harus jeli dalam memanfaatkan kesempatan untuk
menjerat para koruptor dan memasukkan mereka ke dalam jeruji besi.
Beberapa waktu lalu
banyak para pejabat yang disorot karena mempunyai rekening yang mencurigakan
karena asal usul uang yang ada di rekening itu tidak dapat dipastikan dari mana
jika kita melihatnya dari jumlah gaji yang diterima oleh pejabat itu dan kemungkinan
jumlah uang yang ditabung yang berasal dari gaji tersebut. Bahkan banyak
Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) dengan golongan rendah khususnya di bidang
perpajakan mempunyai kekayaan hingga milyaran rupiah yang tak mungkin bisa
didapatnya dengan jumlah gaji yang ia dapatkan setiap bulannya. Kasus yang
paling menggemparkan negeri ini adalah saat Gayus Tambunan yang hanya seorang
pegawai negeri biasa memiliki kekayaan hingga milyaran rupiah. Hal ini membuat
badan yang mengurusi bidang perpajakan yaitu Direktorat Jendral Pajak disorot
karena disinyalir tidak hanya Gayus Tambunan saja yang melakukan KKN, tapi masih banyak lagi pegawai pajak yang
seperti itu dan terbukti beberapa pegawai pajak juga terlibat kasus korupsi.
Konflik yang
terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri juga menambah
deretan permasalahan yang terjadi. Masalah ini dimulai saat seorang pejabat
Polri ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus simulator SIM dan setelah selang
waktu beberapa saat para penyidik yang bekerja di KPK yang berasal dari Polri
ditarik oleh Polri dengan beberapa alasan. Hal ini membuat seolah – olah polri
sedang menggembosi KPK walaupun sebenarnya hal itu legal karena memang penyidik
yang berasal dari Polri memiliki masa jabatan yang jika habis harus diganti.
Sekalipun seorang penyidik ingin memperpanjang masa tugas nya di KPK itu pun
harus mendapat ijin dari Polri dan jika ingin menjadi penyidik tetap di KPK mau
tidak mau dia harus melepaskan jabatannya di Polri. Birokrasi untuk itu sangat
rumit karena harus mendapat persetujuan dari presiden. Hal itu merupakan
sedikit hambatan yang dialami oleh KPK dalam fungsinya sebagai institusi
pemberantas korupsi.
Janji Abraham Samad Cs untuk menyelesaikan
kasus-kasus besar dalam satu tahun tampaknya bakal mengalami kendala. Ketua KPK
itu mengatakan, masyarakat harusnya dapat memahami bahwa ada kendala dalam
penanganan perkara di KPK.
"Kendalanya, keterbatasan penyidik yang
jumlahnya hanya 200 orang, itu yang menangani perkara. Dengan jumlah perkara
yang masuk begitu banyak, itu tidak seimbang," kata Abraham Samad di
kantor KPK, Senin malam 30 April 2012.Menurut Abraham, idealnya jumlah penyidik
KPK setidaknya dua kali lipat dari jumlah yang ada saat ini. Mengingat bahwa
kasus korupsi yang ditangani KPK tidak hanya di Jakarta, tapi banyak juga di
daerah.
"Kami harus menjaga kepercayaan di masyarakat.
Karena, korupsi bukan saja terjadi di Jakarta. Di daerah juga banyak yang
dilaporkan. Tapi, kami tidak bisa langsung proses semua. Jadi, kasus-kasus
besar dulu yang ditindaklanjuti," ujarnya.
"Kalau lagi usut di Riau, kan penyidik ke sana,
ya pastinya yang di Jakarta berkurang penyidiknya. Cuma itu saja, jadi sedikit
mengalami keterlambatan," ucap Abraham.(Kompas.com)
Terlepas siapapun
yang lebih benar sebenarnya ada pihak yang sangat diuntungkan dari konflik ini
yaitu para koruptor. Mereka berpesta pora saat kedua institusi ini bertikai dan
sebenarnya konflik yang terjadi tidak separah seperti yang diberitakan selama
ini. Ada pihak yang sengaja ingin membuat seolah – olah konflik ini sudah
sangat buruk. Kita tidak boleh langsung menganggap suatu pemberitaan sebagai
sesuatu yang memang terjadi. Kita harus mencerna terlebih dahulu pemberitaan
yang kita peroleh khususnya dari media televisi karena kita tahu sebagian besar
pemiliknya adalah kalangan elit politik. Mungkin saja mereka juga
berkepentingan dalam konflik yang terjadi antara KPK dan Polri. Dengan semakin
meruncingnya perselisihan diantara mereka membuat upaya pemberantasan korupsi
di Indonesia menjadi tersendat. Banyak kasus yang akan terbengkalai jika hal
ini terus terjadi.
Dalam
pengusutannya, kasus korupsi juga memerlukan dana. Semakin besar suatu kasus
korupsi, maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
kasus tersebut karena pasti akan lebih sulit dan lebih lama para penyidik dalam
mendalami kasus dan memutuskan siapa yang bersalah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penyelidikan kasus korupsi juga menguras uang rakyat yang mungkin menjadi
sia – sia andaikan korupsi di negeri ini semakin jamak dari tahun ke tahun.
Sudah berapa banyak uang negara yang habis untuk penyelidikan kasus korupsi dan
tak semua kasus korupsi dapat terselesaikan sesuai harapan karena banyak yang
terbengkalai dan yang ditutup karena tidak cukup bukti. Misalnya saja kasus Bank Century yang bertahun – tahun
tak kunjung menemukan titik terang dan masih hangat dalam telinga kita yaitu kasus
Hambalang yang bernasib sama seperti kasus Century. Kedua – duanya merupakan
kasus korupsi yang menyangkut uang yang sangat besar dan harus segera
diselesaikan. Walau sekarang dalam kasus Century sudah sedikit menemui titik
terang, tapi ini masih dianggap lambat bagi masyarakat dan semakin lambat
penyelesaian kasus korupsi maka akan semakin banyak uang rakyat yang terserap
untuk itu.
Semakin parahnya
kasus korupsi di negeri ini juga tidak terlepas dari ringannya vonis yang
diberikan pengadilan kepada para pelaku korupsi. Pelaku korupsi yang sudah
menghabiskan masa hukumannya juga banyak yang bisa kembali menjadi pejabat
dalam pemerintahan. Masih hangat di telinga kita yaitu kasus korupsi yang
menjerat Angelina Sondakh dan beberapa waktu lalu telah ditetapkan menjadi
tersangka dan kini telah di vonis dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan
denda sebesar Rp. 250 juta. Banyak yang menilai vonis itu terlalu ringan bagi
kasus yang telah merugikan negara puluhan milyar. Apalagi korupsi itu berada
dalam ruang lingkup Kemendikbud. Coba bayangkan berapa banyak pelajar kurang
mampu yang bisa memperoleh beasiswa dengan uang sebesar itu andai saja uang itu
tidak di curi oleh koruptor. Mungkin jumlah uang itu tidak terlalu besar bagi
negara tetapi dampak dari itu semua sangat merugikan karena sektor pendidikan
merupakan salah satu sektor yang sangat vital bagi sebuah negara. Jika vonis
yang diberikan kepada para koruptor terlalu ringan maka, upaya negeri ini untuk
memberantas korupsi akan sia – sia. Apalagi mimpi Indonesia untuk menjadi
negara yang bebas korupsi mungkin hanya akan tetap menjadi mimpi karena setiap
kali kasus korupsi diselesaikan, pasti akan tumbuh kasus korupsi lainnya.
Banyak pihak yang menyayangkan tentang ringannya hukuman para koruptor seperti
yang dikutip dalam Kompas.com
Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyayangkan vonis yang dijatuhkan majelis
hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Angelina Patricia Pinkan
Sondakh. Angie hanya dihukum empat tahun enam bulan penjara.
"Ini
sudah keluar dari rasa keadilan, karena keadilan dan hukum tidak selalu sama,
secara hukum memang sah tapi rasa keadilan belum terpenuhi," kata Mahfud
MD usai menghadiri pertemuan IKA UII, di Menara Bidakara, Jakarta Selatan,
Minggu (31/1).
Namun,
menurutnya hal tersebut secara normatif memang vonis terhadap Angie adalah
kewenangan penuh hakim. "Itu kewenangan hakim, silakan saja,"
ujarnya.
Seperti
diketahui, Angelina Patricia Pinkan Sondakh, mantan Wakil Sekretaris Jenderal
Partai Demokrat didakwa terlibat tindak korupsi yang diduga merugikan negara
hingga Rp 32 miliar. Angie dinilai telah menggiring penambahan anggaran proyek
pada pengadaan sarana dan prasarana 16 perguruan tinggi di Kementerian
Pendidikan Nasional, serta program pengadaan sarana dan prasarana olahraga di
Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Jika kita lihat
upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan di negara lain, Indonesia bisa
dibilang kurang serius dalam memberantas korupsi. Contoh negara yang sangat
serius dalam memberantas korupsi adalah Cina. Di Cina korupsi dianggap sebagai
kejahatan berat sehingga para pelakunya diancam dengan hukuman berat yaitu
hukuman mati. Pemerintah Cina menganggap bahwa korupsi mendatangkan berbagai
dampak negatif khususnya di bidang ekonomi. Alasan utamanya adalah korupsi bisa
menghancurkan dan meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan di masyarakat dan
negara.
Daya rusak korupsi
terhitung dahsyat. Selain menghancurkan moral, korupsi juga dianggap mampu memperburuk
kondisi infrastruktur yang ada karena dana untuk membuat, memperbaiki ataupun
merawatnya diambil oleh para koruptor. Bahkan bisa pula membunuh banyak orang
atau setidak-tidaknya memarjinalkan warga tertentu, merusak tatanan, hingga
memperkokoh perbedaan kelas. Sehingga pemerintah Cina menganggap para pelaku korupsi
pantas untuk diberi hukuman mati.
Walaupun diancam
dengan hukuman mati tak lantas membuat Cina menjadi negara yang bebas dari
korupsi karena masih banyak kasus – kasus korupsi yang terjadi. Setiap tahun
ribuan narapidana di Cina di hukum mati dan sebagian besar adalah koruptor. Para
pelaku korupsi biasanya banyak yang melarikan diri ke luar negeri sehingga
menyulitkan pemerintah Cina untuk menangkapnya. Namun setelah diberlakukannya
hukuman mati kasus korupsi yang terjadi di Cina semakin menurun.
Negara yang
sangat anti dengan korupsi dengan memberi hukuman mati kepada para pelakunya
saja masih terjadi korupsi apalagi negara kita yang sangat “baik” kepada para
koruptor. Di Indonesia koruptor paling – paling hanya dihukum beberapa tahun
saja itupun juga akan dikurangi oleh potongan masa tahanan. Mungkin hanya
beberapa saat para koruptor merana di dalam penjara namun setelah mereka
keluar, mereka bisa melakukan kejahatannya lagi dan kemampuannya dalam
“merampok” lebih hebat karena mereka sudah berpengalaman.
Dengan ringannya
hukuman yang diberikan kepada para koruptor membuat masyarakat belum bisa
mengapresiasi kinerja instansi pemberantas korupsi seperti KPK. Masyarakat
menganggap bahwa ringannya hukuman yang diberikan kepada para pelaku koruptor
tidak sebanding dengan jumlah uang yang mereka curi dari negara dan akibat yang
ditimbulkan olehnya. Koruptor membuat sendi perekonomian terhambat, memperbesar
kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat. Harus jika tak terjadi korupsi
mungkin tak ada jalan di negeri ini yang berlubang dan tak ada anak di negeri
ini yang tidak mengenyam pendidikan karena tidak punya biaya
Dengan
kesuksesan Cina dalam memberantas korupsi sekarang Cina menjelma menjadi negara
yang sangat maju dan berkembang pesat khususnya di bidang ekonomi. Dengan 1
milyar penduduknya Cina mampu menguasai perekonomian dunia. Bukan tidak mungkin
jika Indonesia mempunyai suatu cara yang efektif untuk memberantas korupsi maka
perekonomian Indonesia juga akan semakin membaik. Dengan berkurangnya korupsi,
berbagai insfratuktur bisa dibangun karena ketersediaan dana yang cukup.
Pemerintah bisa memberikan beasiswa kepada semua anak di Indonesia untuk
Tak perlu kita
mencontoh Negara Cina dengan hukuman mati yang mereka berikan kepada para
pelaku koruptor di negerinya. Jika diberlakukan di Indonesia pasti akan
menimbulkan banyak pertentangan. Pasti akan ada banyak pihak yang tidak setuju
jika hukuman itu diterapkan di Indonesia terutama kalangan yang menjunjung
tinggi HAM. Yang perlu kita lakukan hanyalah membuat jera para pelaku korupsi
dengan tidak melanggar hak asasi setiap manusia. Misalnya saja dengan
memperlama pidana yang diberikan kepada pelaku koruptor, menyita semua asset
negara yang telah dicuri sesuai dengan jumlah uang negara yang dicuri atau
dengan mencopot jabatannya dan tidak diijinkan lagi menjabat. Dengan begitu, perilaku
korup para birokrat bisa diminimalisir. Walaupun sulit untuk membuat negara ini
bebas dari korupsi tapi jika perilaku korupsi menurun pasti akan sangat
berdampak pada ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih
cepat jika uang negara tak dicuri.
Dengan
berkurangnya korupsi di Indonesia akan membuat para investor dari berbagai
negara akan tertarik untuk menanamkan modal di Indonesia. Mereka percaya dengan
kondisi politik yang kondusif perusahaan mereka yang berada di Indonesia akan
tumbuh dengan baik. Selain itu, usaha – usaha kecil dan menengah juga akan
tumbuh.
Akhirnya, kita
perlu menyadari bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia belum berjalan sesuai
dengan yang kita inginkan. Masih banyak kekurangan yang dimiliki Indonesia
dalam upaya menciptakan negara yang bebas dari korupsi. Ada pepatah mengatakan
lebih baik mencegah daripada mengobati. Sebelum para generasi muda menggantikan
peran para pemimpin kita harus menanamkan jiwa antikorupsi kepada mereka. Kita
harus memberikan pengertian kepada mereka bahwa korupsi adalah hambatan
terbesar dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Hambatan yang akan senantiasa
mengganjal setiap langkah bangsa dalam meraih sesuatu yang dinamakan
kesejahteraan. Kesejahteraan yang menjadi cita – cita bangsa sejak bangsa ini
merdeka, sejak bangsa ini ada.
0 komentar: